Rabu, 30 September 2015

HMI UNTUK UMMAT DAN BANGSA



HMI UNTUK UMMAT DAN BANGSA
Oleh Syawaludin Muslimin *)
Bila kita sepintas menggunakan produk ide kita untuk kembali menelusuri ruang dan waktu menuju awal sejarah berdirinya HMI, yang lahir ditengah hiruk pikuk perjuangan mempertahankan Negara Indonesia saat itu. HMIyang merupakan hasil dari keresahan batin yang dirasakan oleh Ayahanda Lafran Pane dan teman-temannya, terhadap situasi dan kondisi masyarakat dan bangsa yang kian terpuruk, kodisi dimana masyarakat yang juga turut merasakan dampak dari pergelutan ideologi yang dilakukan oleh sekelompok penguasa, mahasiswa dan pemuda yang juga sedang dipengaruhi oleh aliran pemikiran dunia yang pada akhirnya berimbas pada terkikisnya moralitas kemanusiaan dan keagamaan, maka kita akan menemukan bagaimana khittah perjuangan HMI yang sesungguhnya dengan niat yang begitu suci, dengan tujuan besar untuk merubah paradigma berpikir dan tindakan masyarakat yang sedemikian terpuruk.
Secara historis perjalanan panjang dalam sejarah bangsa ini tidak terlepas dari peran penting HMI sebagai organisasi yang menghimpun para intelektual muda islam di seluruh indonesia, HMI menapakan kakinya untuk membina mental para intelektual muda yang pada saat itu telah jauh meninggalkan nilai-nilai agama. Sampai pada akhirnya sebongkah kalimat pun keluar dari rongga mulut seorang panglima perang yakni Jendral Sudirman, yang menyatakan singkatan lain dari HMI yaitu “Harapan Masyarakat Indonesia”. Hal ini karena HMI dengan semangat juangnya yang tinggi ingin meleburkan konflik ideologi yang merebak di tengah kaum muda, masyarakat dan bangsa indonesia dan mengembalikannya pada rel-rel yang sesuai dengan nilai-nilai keagamaan. HMI sampai sejauh ini karena begitu besar semangat juang para kader HMI saat itu dengan segala bentuk keberpihakan terhadap ummat dan bangsa, sehingga dikatakan bahwa kader HMI merupakan kader ummat kader bangsa.Niat suci perjuangan HMI saat itu berangkat dari respon batin para kader HMI yang begitu kuat untuk mengawal perjalanan bangsa Indonesia, agar mampu menerobos masuk ke dalam ruang-ruang kemerdekaan yang hampa tanpa ada seorangpun di dalamnya.
Namun apa yang terjadi dengan kader HMI hari ini? Apakah setiap kader HMI masih memiliki penglihatan yang luas, yang mampu menerobos ruang-ruang kelam yang ada di bangsa ini?? Apakah setiap kader HMI masih memiliki daya penciuman yang tajam, yang mampu melacak segala macam penindasan-penindasan yang terjadi di negeri ini?? Apakah kader HMI saat ini masih memiliki pendengaran yang mampu mendengar rintih sendu yang dilantunkan negeri ini?? Apakah kader HMI saat ini masih memiliki taring yang buas, yang siap menerkam pemimpin-pemimpin bangsa yang tidak bertanggung jawab?? Apakah kader HMI saat ini masih memiliki otot-otot tangan yang kokoh dan kuat, sehingga ia mampu menggenggam bangsa ini dalam satu kesatuan yang utuh?? Apakah kader HMI hari ini masih memiliki telapak-telapak kaki yang senantiasa melangkah maju untuk menendang para penguasa bejat yang berdiam di negeri ini?
Ataukah malah sebaliknya, daya penglihatan setiap kader HMI sudah tak berfungsi, penciumannya malah digunakan untuk melacak kepentingan-kepentingan pribadi, pendengarannya telah ditutupi suara bising yang dihadirkan olehnya sendiri, taring yang dikenal buas telah rapuh seiring perputaran cosmos, otot tangannya melemah karena memikul kepentingan yang begitu banyaknya, dan telapak kakinya malah digunakan untuk berlari mencari perlindungan dibawah penguasa. Sungguh hal yang sangat bertentangan dengan tujuan HMI didirikan. Seharusnya ini menjadi cambuk bagi setiap kita yang mengaku seorang kader HMI.
Sangat naif memang ketika kita benturkan sejarah awal berdirinya HMI dengan realita yang terjadi saat ini. Mulai pada saat runtuhnya rezim orde baru yang kemudian memperkecil jarak antara HMI dengan kekuasaan dengan pengangkatan beberapa alumni untuk menduduki jabatan-jabatan struktural kenegaraan. Hal itu tidak kemudian dimanfaatkan oleh kader HMI sebagai motivasi untuk terus maju namun malah mengarahkan lokus Kader HMI saat ini untuk cenderung bersifat pragmatis, kader HMI menggunakan segenap perhatiannyauntuk fokus pada orientasi struktural dan kurang mngindahkan orientasi cultural himpunan. Bagaimana alat-alat pengindera yang ada pada diri kader mampu melakukan fungsinya dengan baik, kalau pada pikirannya hanya terfokus untuk bagaimana nama dan fotonya bisa terpampang elok di bagan struktur kepengurusan yang biasanya turut menghiasi sekretariat HMI??sedangkan ia tak pernah sedikitpun berusaha mengasah kemampuan intelektualnya.Padahal sudah menjadi suatu keharusan ketika seorang yang menyatakan dirinya kader maka ia pun harus mampu menjalani kedua orientasi itu secara beriringan. Ini yang kemudian membuat daya kekritisan setiap kader melemah. Jiwa progresif dan revolusioner yang biasanya tumbuh subur pada diri setiap kader HMI seakan membusuk digerogoti hama yang menjelma dalam sifat pragmatisme dan budaya-budaya hedonis.
Seharusnya sejarah HMI yang begitu luar biasa mampu menjadi pil perangsang semangat dalam jiwa setiap kader himpunan, bukan kemudian dijadikan lagu syahdu oleh kader-kader HMI yang senantiasa mengantarkan kader HMI dikala terlelap dengan angan-angan yang tak dibarengi dengan sebuah tindakan nyata . Kader HMI saat ini malah menggembor-gomborkan nama besar kader HMI pada masa yang telah lalu, namun ia seakan amnesia dengan dirinya sendiri. ia tidak kemudian memikirkan apa yang telah ia lakukan untuk ummat dan bangsa malah menyibukan dirinya untuk memikirkan apa yang telah senior-seniornya lakukan pada masa jayanya HMI dan membuat HMI saat ini seolah-olah dihantam badai yang begitu derasnya sehingga iapun tak mampu melangkah maju barang selangkahpun, malah semakin mundur karena tak kuat menahan badai tersebut.
Masalah-masalah seperti ini seharusnya menjadi pukulan telak bagi kita setiap kader HMI dan menjadikan ini sebagai bahan refleksi bagi kita untuk mencari solusinya. menurut penulis, fungsi HMI yang tertera dalam pasal ke 8 anggaran dasar HMI yakni sebagai organisasi pengkaderan haruslah memainkan peranan penting ketika kita ingin merubah paradigma struktural yang merebak hampir di seluruh alam pemikiran setiap kader HMI saat ini. Pengkaderan di HMI khususnya pada tingkat komisariat yakni LK I seharusnya mampu memberi doktrin nilai yang menjadi dasar perjuangan HMI yang sesungguhnya. fungsi pengkaderan HMI kemudian tidaklah cukup sampai disini. Para pengurus HMI komisariat ataupun cabang juga harus mampu mengawal seluruh proses yang dilakukan oleh calon kader HMI dengan penyeimbangan orientasi, bukan hanya menekankan pada salah satu orientasi tertentu, semisal menekankan pada calon kader untuk fokus pada orientasi struktural dan sejujurnya itulah yang sering terjadi di dalam himpunan ini. Padahal sejatinya anggota pada tingkatan komisariat belumlah pantas untuk kita perkenalkan dengan sistem politik dalam himpunan ini. Menurut penulis, pada tingkatan komisariat itu seharusnya lebih ditekankan bagaimana setiap anggota untuk mengasah intelektual dan emosionalnya dengan meningkatkan budaya-budaya membaca, manulis ataupun kajian-kajian sehingga daya intelektual dan kekritisan setiap kader terus terasah.
Tidak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Jangan lagi biarkan mata kita dibutakan, penciuman kita dicemari, pendengaran kita disumbat, taring kita dikikis, tangan kita dipenuhi kepentingan, dan telapak kaki kita membuat kita seakan menjelma menjadi seorang pengecut. Sudah saatnya kita memulai perjuangan yang sungguh-sungguh dengan dua komitmen di dalam HMI yakni komitmen keummatan dan kebangsaan, melalui proses yang utuh di dalam himpunan ini, tanpa intimidasi terhadap salah satunya, sehingga grand desain tujuan HMI yang tersurat di dalam Pasal 4 anggaran dasar HMI tidak hanya sekedar menjadi penghias buku besar HMI, namun mampu kita realisasikan dalam kehidupan nyata. Dan ini menjadi usaha kita bersama sehingga nama Himpunan ini mampu mencapai puncaknya kembali. YAKUSA !!!
*) Ketua Umum HMI Komisariat KIPMA UNDANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar