Oleh Syawaludin Muslimin *)
Bila kita sepintas menggunakan
produk ide kita untuk kembali menelusuri ruang dan waktu menuju awal sejarah
berdirinya HMI, yang lahir ditengah hiruk pikuk perjuangan mempertahankan Negara
Indonesia saat itu. HMIyang merupakan hasil dari keresahan batin yang dirasakan
oleh Ayahanda Lafran Pane dan teman-temannya, terhadap situasi dan kondisi
masyarakat dan bangsa yang kian terpuruk, kodisi dimana masyarakat yang juga
turut merasakan dampak dari pergelutan ideologi yang dilakukan oleh sekelompok
penguasa, mahasiswa dan pemuda yang juga sedang dipengaruhi oleh aliran
pemikiran dunia yang pada akhirnya berimbas pada terkikisnya moralitas
kemanusiaan dan keagamaan, maka kita akan menemukan bagaimana khittah
perjuangan HMI yang sesungguhnya dengan niat yang begitu suci, dengan tujuan
besar untuk merubah paradigma berpikir dan tindakan masyarakat yang sedemikian
terpuruk.
Secara historis perjalanan panjang
dalam sejarah bangsa ini tidak terlepas dari peran penting HMI sebagai
organisasi yang menghimpun para intelektual muda islam di seluruh indonesia, HMI
menapakan kakinya untuk membina mental para intelektual muda yang pada saat itu
telah jauh meninggalkan nilai-nilai agama. Sampai pada akhirnya sebongkah
kalimat pun keluar dari rongga mulut seorang panglima perang yakni Jendral
Sudirman, yang menyatakan singkatan lain dari HMI yaitu “Harapan Masyarakat
Indonesia”. Hal ini karena HMI dengan semangat juangnya yang tinggi ingin
meleburkan konflik ideologi yang merebak di tengah kaum muda, masyarakat dan
bangsa indonesia dan mengembalikannya pada rel-rel yang sesuai dengan
nilai-nilai keagamaan. HMI sampai sejauh ini karena begitu besar semangat juang
para kader HMI saat itu dengan segala bentuk keberpihakan terhadap ummat dan
bangsa, sehingga dikatakan bahwa kader HMI merupakan kader ummat kader
bangsa.Niat suci perjuangan HMI saat itu berangkat dari respon batin para kader
HMI yang begitu kuat untuk mengawal perjalanan bangsa Indonesia, agar mampu
menerobos masuk ke dalam ruang-ruang kemerdekaan yang hampa tanpa ada
seorangpun di dalamnya.
Namun apa yang terjadi dengan kader
HMI hari ini? Apakah setiap kader HMI masih memiliki penglihatan yang luas, yang
mampu menerobos ruang-ruang kelam yang ada di bangsa ini?? Apakah setiap kader
HMI masih memiliki daya penciuman yang tajam, yang mampu melacak segala macam penindasan-penindasan
yang terjadi di negeri ini?? Apakah kader HMI saat ini masih memiliki
pendengaran yang mampu mendengar rintih sendu yang dilantunkan negeri ini??
Apakah kader HMI saat ini masih memiliki taring yang buas, yang siap menerkam
pemimpin-pemimpin bangsa yang tidak bertanggung jawab?? Apakah kader HMI saat
ini masih memiliki otot-otot tangan yang kokoh dan kuat, sehingga ia mampu
menggenggam bangsa ini dalam satu kesatuan yang utuh?? Apakah kader HMI hari
ini masih memiliki telapak-telapak kaki yang senantiasa melangkah maju untuk
menendang para penguasa bejat yang berdiam di negeri ini?
Ataukah malah sebaliknya, daya
penglihatan setiap kader HMI sudah tak berfungsi, penciumannya malah digunakan
untuk melacak kepentingan-kepentingan pribadi, pendengarannya telah ditutupi
suara bising yang dihadirkan olehnya sendiri, taring yang dikenal buas telah
rapuh seiring perputaran cosmos, otot tangannya melemah karena memikul
kepentingan yang begitu banyaknya, dan telapak kakinya malah digunakan untuk
berlari mencari perlindungan dibawah penguasa. Sungguh hal yang sangat
bertentangan dengan tujuan HMI didirikan. Seharusnya ini menjadi cambuk bagi
setiap kita yang mengaku seorang kader HMI.
Sangat naif memang ketika kita
benturkan sejarah awal berdirinya HMI dengan realita yang terjadi saat ini. Mulai
pada saat runtuhnya rezim orde baru yang kemudian memperkecil jarak antara HMI
dengan kekuasaan dengan pengangkatan beberapa alumni untuk menduduki
jabatan-jabatan struktural kenegaraan. Hal itu tidak kemudian dimanfaatkan oleh
kader HMI sebagai motivasi untuk terus maju namun malah mengarahkan lokus Kader
HMI saat ini untuk cenderung bersifat pragmatis, kader HMI menggunakan segenap
perhatiannyauntuk fokus pada orientasi struktural dan kurang mngindahkan
orientasi cultural himpunan. Bagaimana alat-alat pengindera yang ada pada diri
kader mampu melakukan fungsinya dengan baik, kalau pada pikirannya hanya
terfokus untuk bagaimana nama dan fotonya bisa terpampang elok di bagan
struktur kepengurusan yang biasanya turut menghiasi sekretariat HMI??sedangkan
ia tak pernah sedikitpun berusaha mengasah kemampuan intelektualnya.Padahal sudah
menjadi suatu keharusan ketika seorang yang menyatakan dirinya kader maka ia
pun harus mampu menjalani kedua orientasi itu secara beriringan. Ini yang
kemudian membuat daya kekritisan setiap kader melemah. Jiwa progresif dan
revolusioner yang biasanya tumbuh subur pada diri setiap kader HMI seakan
membusuk digerogoti hama yang menjelma dalam sifat pragmatisme dan
budaya-budaya hedonis.
Seharusnya sejarah HMI yang
begitu luar biasa mampu menjadi pil perangsang semangat dalam jiwa setiap kader
himpunan, bukan kemudian dijadikan lagu syahdu oleh kader-kader HMI yang
senantiasa mengantarkan kader HMI dikala terlelap dengan angan-angan yang tak
dibarengi dengan sebuah tindakan nyata . Kader HMI saat ini malah
menggembor-gomborkan nama besar kader HMI pada masa yang telah lalu, namun ia
seakan amnesia dengan dirinya sendiri. ia tidak kemudian memikirkan apa yang
telah ia lakukan untuk ummat dan bangsa malah menyibukan dirinya untuk memikirkan
apa yang telah senior-seniornya lakukan pada masa jayanya HMI dan membuat HMI
saat ini seolah-olah dihantam badai yang begitu derasnya sehingga iapun tak
mampu melangkah maju barang selangkahpun, malah semakin mundur karena tak kuat
menahan badai tersebut.
Masalah-masalah seperti ini
seharusnya menjadi pukulan telak bagi kita setiap kader HMI dan menjadikan ini
sebagai bahan refleksi bagi kita untuk mencari solusinya. menurut penulis,
fungsi HMI yang tertera dalam pasal ke 8 anggaran dasar HMI yakni sebagai
organisasi pengkaderan haruslah memainkan peranan penting ketika kita ingin
merubah paradigma struktural yang merebak hampir di seluruh alam pemikiran
setiap kader HMI saat ini. Pengkaderan di HMI khususnya pada tingkat komisariat
yakni LK I seharusnya mampu memberi doktrin nilai yang menjadi dasar perjuangan
HMI yang sesungguhnya. fungsi pengkaderan HMI kemudian tidaklah cukup sampai
disini. Para pengurus HMI komisariat ataupun cabang juga harus mampu mengawal
seluruh proses yang dilakukan oleh calon kader HMI dengan penyeimbangan
orientasi, bukan hanya menekankan pada salah satu orientasi tertentu, semisal
menekankan pada calon kader untuk fokus pada orientasi struktural dan
sejujurnya itulah yang sering terjadi di dalam himpunan ini. Padahal sejatinya
anggota pada tingkatan komisariat belumlah pantas untuk kita perkenalkan dengan
sistem politik dalam himpunan ini. Menurut penulis, pada tingkatan komisariat
itu seharusnya lebih ditekankan bagaimana setiap anggota untuk mengasah
intelektual dan emosionalnya dengan meningkatkan budaya-budaya membaca, manulis
ataupun kajian-kajian sehingga daya intelektual dan kekritisan setiap kader
terus terasah.
Tidak ada kata terlambat untuk
sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Jangan lagi biarkan mata kita
dibutakan, penciuman kita dicemari, pendengaran kita disumbat, taring kita
dikikis, tangan kita dipenuhi kepentingan, dan telapak kaki kita membuat kita
seakan menjelma menjadi seorang pengecut. Sudah saatnya kita memulai perjuangan
yang sungguh-sungguh dengan dua komitmen di dalam HMI yakni komitmen keummatan
dan kebangsaan, melalui proses yang utuh di dalam himpunan ini, tanpa
intimidasi terhadap salah satunya, sehingga grand desain tujuan HMI yang
tersurat di dalam Pasal 4 anggaran dasar HMI tidak hanya sekedar menjadi
penghias buku besar HMI, namun mampu kita realisasikan dalam kehidupan nyata.
Dan ini menjadi usaha kita bersama sehingga nama Himpunan ini mampu mencapai
puncaknya kembali. YAKUSA !!!
*) Ketua Umum HMI Komisariat KIPMA UNDANA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar