Jumat, 18 September 2015

ARTIKEL,Bulan Ramadhan Bulan Sosial



Bulan Ramadhan Bulan Sosial
Oleh :
Kifli A. Naesaku
Staf Ketua HMI FKIP Undana

Ramadhan adalah bulan ke sembilan dalam kalender Islam (hijriyah). Ramadhan artinya pembakaran. Selain dikarenakan iklim yang panas di wilayah arab dan sekitarnya pada bulan ini sehingga dikatakan ramadhan bulan pembakaran (secara lahiriah), bulan ramadhan juga dikatakan bulan pembakaran karena pada bulan ini orang-orang yang menjaga puasanya selama sebulan penuh, dosa-dosanya akan dibakar hingga habis yang pada akhirnya di tanggal satu syawal orang-orang tersebut akan keluar seperti bayi yang baru dilahirkan karena terbebas dari dosa yang lalu.
Ada sebuah fenomena yang menarik di dalam bulan ini, terutama di Indonesia yang tidak terjadi atau ditemukan di bulan lainnya.  Yakni, fenomena keakraban sosial atau kekeluargaan, begitu kuat yang tadinya di bulan lain sangat sulit kitas jumpai. Ini dapat kita lihat dari beberapa hal, diantaranya :
Pertama, jumlah jamaah yang ikut shalat di masjid bertambah. Baik itu shalat subuh, dhuhur, ashar, magrib, isya dan puncaknya pada shalat tarwih dan witir bahkan pada saat ini di beberapa masjid yang kapasitasnya kecil terpaksa menggunakan halamnya untuk shalat. Interaksi sosial tercipta ketika jamaah shalat saling bersalam sapa satu sama lain bahkan saling mengenal antara satu dengan yang lainnya. Banyaknya jamaah dan tiap shaf shalat yang diciptakan sebagai lambang persatuan dan kekuatan umat yang kokoh adalah salah satu contoh penghilangan ego individu saat melebur dalam komunitas sosial.
Kedua, berbuka puasa bersama. Sudah menjadi salah satu kebiasaan umat Islam di Indonesia mengadakan buka puasa bersama baik itu di masjid-masjid, tempat kerja, panti-panti asuhan maupun di tempat-tempat umum lainnnya. Sekelompok orang mempersiapkan menu berbuka untuk berbuka bersama. Hal ini menciptakan nuansa kekeluargaan yang terjalin di antara kaum muslimin. Adanya rasa ingin memberi dan membagi apa yang dimiliki untuk dinikmati bersama setelah sehari menjalankan ibadah puasa adalah wujud kepekaan/kepeduian sosial yang besar antar sesama.
Ketiga, tradisi tadarusan. Tadarus menjadi rutinitas tiap datangnya ramadhan, selain puasa, dan tarwih. Tadarus menjadi wadah saling membagi pemahaman membaca al-quran antara satu sama lain. Saling menegur ketika terjadi kesalahan membaca menunjukan adanya proses dan I’tikad baik untuk sama-sama mencapai kebenaran dan kebaikan bersama. Sebuah kebenaran dan kebaikan yang berdasarkan hukum-hukum bacaan alquran yang ada. Sebuah kebenaran dan kebaikan pula yang bersumber dari al-quran sebagai tuntunan hidup manusia dan rasulullah Muhammad sebagai uswatun hasanah. Selain tadarus sebagai lokus saling mengingatkan dalam hal kebenaran, tadarus juga menjadi wahana komunikasi yang sangat baik. Yang membaca bisa kita artikan orang yang sedang berbicara dan yang lainnya sebagai pendengar dan pengoreksi. Ini amatlah penting di dalam kehidupan sosial dimana kita perlu mendengarkan apa yang disampaikan orang lain, adalah sebuah bentuk komunikasi yang baik yang perlu diterapkan dalam hidup demi mencapai kerukunan bersama.
Selain tiga fenomena yang bersifat sunnah diatas sesungguhnya ramadhan juga menghadirkan ibadah wajib yang menjadi ruh dari bulan ramdhan yang memiliki dampak sosial begitu besar bahkan dari ibadah wajib ini pula terlahir tiga fenomena sunnah di atas.
Yakni, Puasa ramadhan. Puasa ramdhan adalah puasa wajib sebulan penuh bagi umat Islam selama tidak ada hal yang melarangnya berpuasa sesuai tuntunan syar’i.  Puasa bukanlah aktifitas ritual yang ditempatkan dalam doktrin formal yakni menahan makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkannya sepanjang hari. Wilayah garapan puasa pada dasarnya memang merupaakan kewajiban individu kepada Tuhan, namun juga memiliki dampak sosial yang kuat. Ini dapat kita lihat dari beberapa hikmah dari ibadah puasa itu sendiri diantaranya sebagai berikut:
Pertama, Puasa mengajarkan kita untuk turut merasakan lapar dan dahaga fakir miskin di bulan-bulan lainnya. Bahkan bagi orang orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak dapat menjalankan ibadah puasa diwajibkan baginya memberi makan fakir miskin.
Kedua, Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan emosi dan berjiwa sabar sehingga akan tercipta kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketiga, Puasa juga mengajarkan kita senantiasa berlomba-lomba berbuat baik sehingga akan tercipta suatu tatanan kehidupan yang beradab dan bermatabat.
Keempat, Puasa menjadikan pribadi yang jujur, karena puasa merupakan suatu ibadah yang berdimensi kerahasiaan/keprivatan yang amat kuat antara sang hamba sang sang khalik. Boleh kita katakana puasa merupakan sarana pendidikaan tanggung jawab maka diperlukan sikap jujur dalam menjalankannya. Kejujuran dalam menjalankan ibadah puasa ini menjadi modal penting dalam membangun relasi dalam kehidupan, juga menjadi modal utama dari sebuah kepercayaan.
Kelima, Puasa meredam nafsu buruk manusia. Dimana nafsu buruk ini dapat merusak sendi kehidupan sosial, dan menjadikan jiwa yang tidak baik. Puasa hadir sebagai suatau cara yang sangat efektiv dalam mencegah berbagai macam keburukan yang akan timbul akibat nafsu buruk manusia ini.
Selain puasa ramadhan ada juga kewajiban lain yang hanya ada di dalam bulan ramadhan adalah mengeluarkan zakat fitrah. Seperti diketahui fitrah merupakan konsep kesucian asal pribadi manusia yang memandang bahwa setiap individu dilahirkan dalam keadaan suci bersih. Karena itu zakat fitrah merupakan kewajiban pribadi berdasarkan kesucian, namun memiliki konsekuensi sosial yang besar.  Sebab, zakat seperti halnya sedekah pertama-tama dan terutama diperuntukan buat fakir miskin dan orang-orang yang mengalami kesulitan hidup serta beberapa sasaran zakat lainnya yang kesemuanya itu adalah untuk kepentingan umum misalnya sasaran amil zakat, ibnu sabil, kaum muallaf  dan kepentingan umat secara keseluruhan.
Itulah beberapa implikasi dari ibadah-ibadah di dalam bulan ramadhan bagi terbentuknya tatanan sosial masyarakat yang jika diterapkan pada bulan-bulan di luar bulan ramdhan maka suatu peradaban besar dengan tatanan sosial yang sehat akan segera terbentuk. Namun, nilai nilai yang ada di dalam bulan ramadhan hanya berakhir sampai pada tanggal satu syawal setelah perayaan idul fitri. Nilai nilai yang diharapkan bisa diejewantahkan demi terbentuknya kehidupan sosial yang lebih baik ternyata hanya sebatas harapan dan hanya dimiliki pada bulan ramadhan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar