“PEREMPUAN
SEBAGAI MADRASAH PERADABAN”
OLEH :
SAHRIL ABDULLAH (Sekertaris Umum Komisariat Kipma Undana)
Seorang Pujangga berkata, “Seorang ibu ibarat madrasah,
apabila kamu disiapkan dengan baik, berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang
harum namanya.”.Demikianlah,
pada dasarnya perempuan dituntut untuk berperan dalam peradaban bangsa. Tulang
rusuk bengkok ini tidak diciptakan untuk hanya bermanja-manja ataupun sebagai
penghias dunia maskulin lelaki layaknya gula-gula yang manis rasanya sebagai
kudapan penyenang lidah. Visi mulianya, telah jelas jika wanita itu
memahaminya. Apa yang sudah kita kenal bahwa “Di
balik keberhasilan seorang pembesar, ada perempuan di sisinya.”
Begitulah perempuan seharusnya berkiprah, bahwa nilainya bukan hanya pada
kecantikan ragawinya namun lebih kepada perangkat lunak yang ada di dalamnya.
Adapun kecantikan ragawi seorang wanita hanya sebagai pelengkap dan bukan
merupakan unsur pokok dalam dirinya terkait visi mulia kehidupannya. Karena,
setiap perempuan
bisa jadi merona sepanjang masa dengan rangkaian kerja nyata dalam rangka
mewujudkan visi mulianya. Sebaliknya bisa menjadi hina karena
perspektifnya sendiri.
Satu jiwa perempuan turut membangun peradaban bangsa.
Seringkali perempuan meremehkan peran besar itu karena ketidaktahuannya ataupun
pula karena maraknya pengaburan peran wanita yang dihembuskan oleh opini publik
dengan gaya hidup yang jauh dari petunjuk yang lurus. Opini yang bisa jadi
ekstrim membatasi wanita atau bahkan memberikan kebebasan yang berlebihan pada
laku perempuan dalam
kiprahnya.
Yang menjadi
pertanyaan besar kita kaum perempuan adalah Bagaimanakah petunjuk yang lurus itu didapatkan agar
perempuan tidak terombang-ambing di antara perang opini tersebut? Jika tidak
memperoleh pendidikan yang matang tentang perannya, bagaimana mungkin perempuan
tidak akan tergerus oleh zamannya?
Masalah terkait dengan wanita
sangatlah beragam. Mulai dari bagaimana secara fisik mereka berpenampilan
hingga pandangan terhadap pilihan hidupnya. Bolehkah mereka mengaktualisasikan
diri nya dalam majelis-majelis di luar rumah atau berada di rumah adalah yang
utama bagi mereka? Nash-nash terkait dengannya sebetulnya telah dijelaskan
secara gamblang oleh syariat yang tergambar pada generasi emas, generasi
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Seperti firman Allah SWT, yang
artinya:
“Sesunguhnya
laki–laki dan perempauan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang sabar. Laki-
laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya , laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah
,Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar”(Q.s.An-Nisaa’:32)
Yang perlu kita ingat pula, di balik peran besar wanita juga
terdapat sisi lainnya bahwa wanita adalah sumber fitnah yang besar bagi kaum
lelaki. Dengan segala aspek yang menarik pada diri wanita, bisa jadi
kemudharatan banyak dimunculkan.
Bisa jadi suatu kaum meniru nilai-nilai yang digunakan oleh
masyarakat Barat yang lebih condong terhadap kebebasan yang kebalablasan
sebagai reaksi atas kaum yang begitu ekstrim meniru timur dimana sangat
konservatif termasuk masalah urusan kaum wanita. Maka, keduanya adalah
sama-sama menjadi tawanan zaman, yakni zaman kuno dan zaman modern. Sementara,
yang dituntut dari kita hanyalah tunduk dan patuh kepada petunjuk dan bimbingan
dienul haq yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itu, yang harus diambil
adalah sikap yang mencerminkan sifat atau karakter pertengahan Islam yang tidak
keterlaluan dan tidak pula menyepelekan suatu masalah. Tidak melebihi, dan
tidak pula mengurangi. Selanjutnya,
permasalahan berkembang tentang peran bagaimana yang akan dilalui wanita
sebagai pembangun peradaban. Bahwa ia bisa menjadi sosok ibu, pendamping
seorang laki-laki, atau guru bagi perempuan yang lain. Kesemuanya kemudian
terangkum dalam watak dominan wanita yang kemudian konsekuensinya adalah bila hasil
didikan peradabannya baik maka harum namanya, namun bila yang di didiknya memilih
jalan yang salah maka tercorenglah nama baik perempuan sabagai madrasah
peradaban.
Firman Allah :
....yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik.” (Q.S. An Nahl:97)
Ayat tersebut di atas mengindikasikan bahwa tidak ada
perbedaan kedudukan antar laki-laki dan perempuan di sisi Allah selain amal
saleh mereka. Meskipun demikian, tetap saja terdapat perbedaan medan amal
antara laki-laki dan perempuan karena karakteristik keduanya pun berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar